Senin, 04 Juni 2012

Menemukan Hikmah Dibalik Reruntuhan Gempa


Setelah lebih dari sepekan pasca Gempa Bumi berkekuatan 7.6 SR yang menggetarkan Tanah Minang, kondisi darurat dibeberapa tempat berangsur-angsur membaik. Namun penderitaan, luka, duka dan trauma para korban masih menyelimuti kehidupan disana. Meskipun ada perbaikan upaya tanggap darurat yang dilakukan pemerintah dirasa masih belum optimal dan terlihat gagap serta terkesan kurang koordinasi, terutama diawal ketika bencana itu terjadi. Pemerintah harus bekerja lebih keras lagi untuk memperbaiki situasi dan kondisi ini.

Kita tidak boleh terjebak dengan upaya saling menyalahkan, karena sikap tersebut kontraproduktif. Kondisi masyarakat yang terluka maupun selamat disana masih membutuhkan uluran tangan kita semua. Keterbatasan bahan pangan, terhambatnya pendistribsusian bantuan bagi korban gempa disamping rusaknya infrastruktur juga turut diperumit lagi dengan aturan birokrasi penyalurannya, sehingga bantuan tidak terdistribusikan secara merata. Aturan birokrasi bagi pemerintah memang penting namun kepastian nasib korban gempa yang membutuhkan bantuan jauh lebih penting. Tentu kita tidak mengharapkan para korban yang selamat dari musibah reruntuhan gempa justru tidak tertolong hidupnya karena kelaparan dan kedinginan. Kondisi ini sekali lagi membutuhkan perhatian dan kerjakeras dari semua komponen bangsa terutama pemerintah.

Kita hargai dan berikan apresiasi yang tinggi atas kerjakeras dan aksi tanggap darurat yang dilakukan oleh anggota TNI, POLRI, para sukarelawan dari berbagai lembaga baik lokal maupun dari negara-negara sahabat.

Pemerintah sebagai pemegang amanah kekuasaan saat ini harus dapat menjadi garda terdepan untuk mengatur, mengkoordinir berbagai bantuan baik dalam bentuk logistik dan kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan para korban sesuai skala prioritas, sehingga bantuan tersebut dapat dengan cepat dan tepat disalurkan kepada yang memang berhak menerima. Termasuk penyaluran bantuan rekontruksi dan rehabilitasi pasca tanggap darurat.

Seringnya musibah dan bencana alam menimpa negeri ini disamping dapat mengantar kita untuk segera menyadari kesalahan, bertaubat memohon ampunan, istighfar kepada Allah SWT Penguasa Alam Raya., semestinya juga mampu menggugah kesadaran kita bersama akan pentingnya membangun managemen penangan bencana yang lebih baik. Kita membutuhkan unit khusus penangan bencana yang tidak hanya cepat bergerak tetapi tepat juga sasaran yang ditangani. Selain memperbaiki koordinasi antar instansi, unit khusus ini juga harus didukung dengan perlengkapan, peralatan dan infrastruktur yang baik, juga perlu diberikan kewenangan untuk dapat leluasa bergerak menentukan strategi penanganan kondisi darurat yang dubutuhkan, mengingat setiap kondisi bencana memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

Hal ini merupakan PR besar yang harus segera ditindaklanjuti bersama. Tidak hanya oleh pemerintah, dukungan berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk merealisasikan kebutuhan ini. Mengingat ancaman bencana alam dan situasi darurat lainnya ada didepan mata.

Dibutuhkan kemauan politik yang kuat (political will) dari pemerintah, juga lembaga kekuasaan lainnya seperti DPR sebagai lembaga legislator. Sungguh ironis, ketika untuk memenuhi biaya pelantikan dan aneka fasilitas (pendukung) diluar gaji pokok saja memiliki anggaran yang lebih dari cukup. Apakah anggaran menangani situasi darurat yang mengancam ribuan bahkan jutaan mungkin nyawa rakyat negeri ini masih tidak penting? atau harus menunggu bencana selanjutnya terjadi?

Semoga mereka-mereka yang baru saja dilantik masih memiliki hati nurani dan mau serta mampu mendengar harapan, jeritan juga nasib rakyat negeri ini sesuai janji-janji kampanye mereka.

Musibah Ujian Bagi Orang Beriman

Sebagai umat beragama kita telah diajarkan bahwa tidak ada satu kejadian pun termasuk musibah gempa seperti yang terjadi sekarang ini luput dari kuasa Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya: “Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS, al-Taghābun/64:11).

Firman Allah diatas menunjukkan bahwa terjadinya setiap musibah apapun bentuknya, sesungguhnya adalah atas izin dan sepengetahuan Allah SWT, meskipun manusia tak memiliki kecakapan untuk mengetahui maksud-Nya.

Tetap berprasangka baik (khusnudzhan) kepada Allah SWT, kepada sesama, serta dapat memahami makna ayat Innā lillāh wa innā ilayhi rājiūn (Sesungguhnya, kami milik Allah dan akan kembali kepada-Nya, QS, al-Baqarah/2:156). Adalah sikap dan ucapan terbaik ketika menghadapi musibah, karena musibah dalam bentuk apapun hakekatnya adalah ujian bagi orang beriman. Pemahaman demikian mengantarkan kita untuk tetap tabah, sabar dan tawakal menghadapi musibah.

Keyakinan dan kesadaran demikian tidak datang dengan sendirinya, sikap tersebut hanya tumbuh dan dimiliki oleh orang-orang beriman. Kita berdoa dan berharap semoga sekalipun nyawa saudara-saudara kami terncinta pergi meninggalkan kita (Insya Allah syahid), harta benda hancur, namun Iman Islam kami khususnya saudara-saudara kami di Kota Padang dan sekitanya tetap kokoh menjadi benteng sekaligus mercusuar yang akan membangkitkan kami dari keterpurukan dan keputusasaan. Insya Allah. Amin.

Allah SWT berfirman; “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS. al-Ankabut: 2). Juga pada ayat dan surat lain Allah berfirman: “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat”. (Q.S. al-Baqarah: 214)

Dari dua ayat Quran tersebut dapat ditarik korelasi bahwa pernyataan keimanan seorang hamba akan di uji dengan cobaan. Dengan demikian, dapat dimaknai bahwa musibah dan bencana alam apapun hakekatnya adalah ujian keimanan seorang hamba sekaligus sebagai salah bentuk kasih sayang Allah SWT. Bahkan kasih sayang Allah sekali lagi ditunjukan dengan pernyataan bahwa: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.” (QS. al-Baqarah: 286).

Rasulallah SAW bersabda: “Sungguh menakjubkan keadaan orang mukmin, karena semua keadaannya baik baginya, dan itu tidak terjadi pada siapa pun kecuali pada orang mukmin. Jika dia mendapat kelapangan dia bersyukur, maka itu baik baginya. Jika dia ditimpa kesulitan dia bersabar, maka itu pun baik baginya.” (HR. Muslim). Pada hadis yang lain Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa diuji lalu bersabar, diberi lalu bersyukur, dizalimi lalu memaafkan dan menzalimi lalu beristighfar maka bagi mereka keselamatan dan mereka tergolong orang-orang yang memperoleh hidayah. (HR. Al-Baihaqi)

Dua hadis Nabi diatas seolah melengkapi kesempuraan Islam sebagai sebuah keyakinan. Islam rahmatanlil'alamin bukan hanya ungkapan semata, tapi fakta yang telah teruji dan akan tetap terbukti kebenarannya. Luar biasa, sungguh beruntung menjadi ummat Muhammad SAW dengan Cahaya Islam yang dibawanya, semoga kita tetap istiqamah di jalan-Nya. Amin.

Penjelasan diatas sekaligus sebagai penjelasan atas anggapan maupun pemahaman yang berkembang dimasyarakat yang dirasa kurang tepat dan keliru dengan mengatakan bahwa gempa bumi maupun beberapa bencana Alam lainnya adalah wujud murka bahkan azab Allah SWT. Pernyataan demikian tanpa penjelasan yang cukup dapat dipahami keliru dan dapat menimbulkan sikap menyalahkan korban (blaming the victim), seolah mereka para korban tertimpa bencana telah ingkar atau durhaka sehingga harus menerima azab-Nya?

Kalau demikian halnya kenapa masyarakat Sumatra Barat, Tasikmalaya, Aceh, atau bahkan kenapa bangsa Indonesia yang terkenal religius, santun dan beradab? Apakah kita lebih buruk, lebih tidak bermoral atau lebih tidak beriman dari manusia ditempat lain? Bukankah ditempat lain kemaksiatan, kezhaliman dan kedurhakaan bukan hanya terjadi, tetapi dengan 'telanjang' dapat kita saksikan setiap saat?

al-Quran dalam beberapa surah memang mengisahkan tentang kaum-kaum yang musnah karena durhaka dan ingkar kepada ketentuan Allah SWT. Namun demikian ayat tersebut harus dibaca tidak hanya secara tekstual tetapi memperhatikan konteks ayat tersebut.

Pun demikian bersikap sū'udhan kepada-Nya (blaming God) dengan mengatakan bahwa musibah yang terjadi sebagai petanda Allah SWT telah berlaku 'tidak adil', adalah sikap yang tidak tepat dan salah. Bukankah dalam asma'ul husna (sifat-sifat baik Allah) disebutkan bahwa Allah Maha Adil dan Bijaksana, Maha Pengasih dan Maha Penyayang, dan seterusnya?

Sebagai orang beriman wajib bagi kita untuk introspeksi diri (muhāsabah), menyadari segala tindakan dan perilaku moral dan sosial kita baik sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari bangsa ini. Segera bertaubat serta memperbaiki segala bentuk kekeliruan, kesalahan dan penyimpangan yang mungkin selama ini kita perbuat. Lebih dari itu sebagai makhluk Tuhan yang “sempurna” manusia hendaknya mau mau dan mampu berfikir mendalam untuk membaca tanda-tanda alam agar dapat menemukan penyebab serta mencari solusi penangannya.

Alam memiliki hukum tersendiri, yaitu hukum keseimbangan alam. Apakah selama ini kita benar-benar telah memperhatikan keseimbangan alam? Atau hanya mengeksploitasi sumber kekayaan alam tanpa memperhatikan keseimbangannya? Itu adalah salah satu dari beberapa contoh keterkaitan tindakan manusia dengan bencana alam yang masih terus terjadi di bumi Nusantara tercinta.

Menemukan Hikmah dibalik Musibah

Disamping dituntut untuk tetap tabah, sabar dan tawakal, ummat Islam juga diajarkan untuk menggali hikmah dari setiap peristiwa. Imam Ali bin Abi Thalib dalam “Nahj al-Balāghah” pernah mengatakan, “Hudz al-hikmata wa lā yadhrruka min ayyi wi'ā'in kharajat” (Ambillah hikmah dan jangan engkau risaukan dari mana pun ia berasal). Ucapan ini sangat tepat dalam konteks musibah gempa seperti sekarang ini.

Rasa kebersamaan dan kemanusiaan yang hampir punah dalam diri anak bangsa ini kembali digugah dengan bencana. Rasa empati dan simpati antara sesama kita sedang diuji. Mampukah kita menghadirkan kembali dalam bentuk tindakan kongkrit sebagai perwujudan iman Islam kita.

Bagi yang percaya, bukankah iman kita perlu diwujudkan dalam sebuah tindakan kemanusiaan?, bukankah itu semua adalah salah satu perintah Allah? Bukankah saling menolong juga merupakan bentuk ibadah kita kepada Allah?, dan bukankah shalat menjadi tidak bermakna, jika orang yang melakukannya tidak dapat mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan, bersikap sosial dan memelihara keharmonisan linkungan dalam kehidupannya? Inilah ujian keimanan kita sebagai umat Islam.

Allah SWT ingin kita menjudkan iman kita kepada-Nya, tahukah kita bahwa kita tidak dapat disebut sebagai seorang muslim kalau perilaku kita adalah perilaku yang merusak, tidak peduli, mementingkan diri sendiri atau golongan dan perilaku a sosial lainnya? bukankah seorang muslim itu memiliki misi menebarkan kasih sayang Tuhan kepada seluruh alam?

Semoga musibah yang terjadi untuk kesekian kalinya ini tidak mengoyahkan justru menguatkan iman Islam, sehingga kita tetap berfikir dan bertindak positif. Karena melalui sikap positif itulah yang akan dapat membantu meringankan derita para korban sekaligus mempercepat proses pemulihan melalui aksi nyata. Inilah sikap-sikap yang diajarkan oleh agama, terutama Islam. Wallāhu A'lamu bi al-Shawāb. [referensi: berbagai sumber]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar